Senin, 20 Juni 2011

Sambil Menyelam, Meneliti Terumbu Karang

Menyelam akan membawa kita merasakan suasana lain yang enggak mungkin kita temukan di daratan. Sayangnya, biaya hobi yang satu ini lumayan mahal. Tetapi, ada cara untuk dapat gratisan, sekaligus turut melestarikan lingkungan.

Tertarik?.
Dengan luas laut mencapai lebih dari dua pertiga dari total luas wilayahnya, Indonesia punya ribuan tempat diving yang sangat menarik. Demikian halnya Kota Padang. Perairan Kota yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia ini memiliki belasan site untuk diving yang tiap site-nya bisa terdapat titik-titik untuk menyelam. Sayangnya, penyelam yang menikmati bawah laut itu masih relatif sedikit sekali.

Hal inilah, yang menjadi salah satu yang menggugah mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta, dibawah unit kegiatan kemahasiswaan untuk mendirikan Diving Proklamator  yang populer disingkat BHDC. “Kami enggak ingin hanya menyelam, tapi sekaligus melestarikan terumbu karang,” kata Yusuf. bersama anggota yang aktif latihan rutin di kolam renang Teratai , cowok yang akrab dipanggil “staf” itu kini juga telah sering diajak menyelam ke berbagai tempat, bahkan ke Pulau Nias Sumatera Utara oleh berbagai lembaga penelitian yang memanfaatkan keahlian menyelam. “Kami ingin menggunakan latar belakang science saat menyelam,” ujar Acel mantan anggota Diving Proklamator yang baru saja  menyelesaikan kuliahnya di Falkultas Perikanan Universitas Bung Hatta Oktober 2005 kemarin. Not just for fun….

Keakraban mereka dengan kehidupan bawah laut tergolong belum lama. Sejak kecil, sebenarnya Acel sudah terobsesi dengan dunia laut. Kalau melihat siaran di televisi tentang kehidupan bawah laut, dia betah nontonnya. “Kayaknya asyik banget berenang diantara ikan-ikan,” kata putra Cucu Magek Dirih ini. Sayangnya, biaya diving tergolong mahal. Pas sudah kuliah, cowok berwajah face ini ingin masuk Mahasiswa Pencinta Alam, tapi enggak jadi karena menurut Acel, kegiatannya terlalu berat.
Enggak jauh beda dengan Ina cewek yang sehari-hari berjilbab, Diving semula tidak pernah terlintas di pikirannya. “Berenang aja enggak bisa. Maklum, orang gunung,” katanya sambil tertawa. Namun, sejak kecil Ina sudah menyukai petualangan di alam, seperti Pramuka, Sukarelawan PMI ataupun Siswa Pencinta Alam.

Maka, ketika mereka kuliah di Universitas Bung Hatta, keduanya senang bukan kepalang ketika senior-senior mereka saat orientasi pendidikan memperkenalkan unit kegiatan kemahasiswaan diving sebagai salah satu UKM yang ada untuk mahasiswa.
Mulai semester II, sejak bergabung dengan Diving Proklamator, mereka mulai dilatih oleh Instruktur dari Yayasan Minang Bahari yang juga adalah notabene alumnus Faperi Universitas Bung Hatta. Sebelum terjun ke bawah permukaan air laut, harus berlatih dulu tentang dasar-dasar penyelaman. Seminggu sekali mereka berlatih di kolam renang Teratai GOR Agus Salim. Latihan dasar itu berupa berenang selama sejauh 200 meter, menyelam sedalam 4 meter, berjalan di air (water trappen), dan floating alias mengambang di atas permukaan air. Disamping itu juga di berikan teori-teori dasar penyelaman. Hasilnya? Sampai mereka menyelesaikan kuliah, hanya empat orang yang lulus untuk menyelam memakai scuba (peralatan diving).

Mengecek terumbu karang

Umumnya, para penyelam menyukai suasana bawah laut ini karena sensasinya jelas berbeda dengan di darat. Suasana di bawah permukaan laut hanya ada air dan kita bergantung pada persediaan oksigen di tabung yang kita bawa. Hanya ada sunyi senyap dengan ribuan ikan di sekeliling kita. Beberapa penyelam bahkan mengaku seperti sedang bersemedi ketika menyelam karena pikiran di-refresh.

Namun, bagi anak-anak Diving Proklamator, seperti Acel dan Ina, menyelam enggak cuma untuk senang-senang. Sambil menyelam mereka juga menunjukkan kepeduliannya pada pelestarian terumbu karang tersebut. Caranya dengan melakukan monitoring, reef check, maupun coral bleaching. Kegiatan-kegiatan itu dilakukan untuk memantau bagaimana kondisi terumbu karang di suatu tempat. Monitoring dan reef check di satu tempat dilakukan tiap enam bulan sekali, sedangkan coral bleaching tiap tiga bulan sekali. Karena banyak tempat yang dipantau, maka hampir tiap bulan mereka melakukan kegiatan-kegiatan tersebut. “Asyiknya, kami bisa mendata keadaan terumbu karang sekaligus jalan-jalan,” kata Acel.

Pemantauan itu dilakukan bareng-bareng LSM maupun pemerhati dan penyelam lainnya. Contohnya pada akhir Desember lalu, anak-anak Diving Proklamator  bareng dengan Yayasan Minang Bahari melakukan pemantauan di Pulau Pisang gadang, Pulau Sironjong dan Pulau Pagang. Dengan pemantauan itu, mereka bisa menyelam gratis. Sebab, biaya untuk menyelam memang lumayan mahal. Saat ini untuk sekali menyelam lengkap dengan masker, fin, tabung, wetsuite, dan peralatan lainnya paling enggak kita mesti bayar Rp 750.000. Harga itu belum termasuk transpor dan makan siang.

Kalau mau tetap menikmati kehidupan bawah laut dengan harga lebih murah, kita juga bisa dengan snorkling. Kegiatan yang satu ini lebih mudah karena kita cukup pakai masker, snorkel, fin, dan baju pelampung. Kita bisa menikmati indahnya bawah laut itu dari atas. Lumayan, daripada enggak.

Namun, kalau tetap ingin nyoba, buat aja kelompok selam di sekolah atau kampus seperti anak-anak Diving Proklamator. Tim instruktur dari Minang Bahari siap akan membantu anda. Jadi, bisa nunjukin kepedulian pada lingkungan sekaligus jalan-jalan. So, kenapa enggak nyoba yang gratisan?

 
 
 

1 komentar:

  1. asyikkk...
    wisata bawah laut kita harus kita jaga dan lestarikan :D
    kunjungi juga kami Menyelam di Pulau Sironjong
    terima kasih..

    BalasHapus