Rabu, 16 Oktober 2013

Gugusan Pulau-Pulau Kecil, Mampu Hadang Laju Gelombang Tsunami

Dari segi fisik maka pulau-pulau kecil memiliki sumberdaya alam daratan yang sangat terbatas, sedangkan sumberdaya alam laut dan jasa lingkungan yang disediakan olehnya jika dikelola sebaik mungkin akan berguna menunjang kesejahteraan masyarakat yang hidup di dalamnya secara berkelanjutan. Menurut pembentukannya, pulau-pulau kecil dapat terbagi menjadi dua tipe yaitu pulau oseanik dan pulau kontinental. Lebih lanjut lagi, pulau oseanik dapat digolongkan atas dua kategori yaitu pulau vulkanis dan pulau karang (pulau datar). Umumnya pulau-pulau kecil di Indonesia memiliki karakteristik biogeofisik yang tersendiri sebagai berikut (Bengen 2004). Seiring dengan kekuatiran masyarakat akan datangnya bencana tsunami yang hingga kini tetap menyelimuti warga Kota Padang. Gugusan Pulau-Pulau kecil sepanjang pantai Pesisir Selatan sampai pantai Pariaman, merupakan bentengnya daratan dan mampu mengurangi dampak becana Tsunami jika terjadi. Gugusan pulau-pulau kecil itu akan mampu memecah gelombang tsunami, dan mengurangi kecepatannya menuju daratan jika hal itu terjadi. Tercatat sekitar 185 pulau-pulau kecil (termasuk Kep.Mentawai) yang melindungi daratan sepanjang pantai Pesisir Selatan sampai pantai Air Bangis-Pasaman. Dari 185 pulau-pulau kecil tersebut, lima diantaranya, letaknya sejajar dalam Kawasan Taman Wisata Perairan Pulau Pieh dan sekitarnya yang akan berfungsi menjadi benteng secara alami jika bencana tsunami terjadi. Berdasarkan data terbaru dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UBH, kelima pulau tersebut adalah Pulau Bando seluas 7.2 Ha dengan jarak ke daratan Sumatera 27.9 KM, Pulau Pieh seluas 10.7 Ha jarak ke daratan 26.3 Km, Pulau Pandan 4.7 Ha sejauh 14.7 KM, Pulau Air 16.6 Ha jaraknya ke daratan 23.6 Km dan Toran seluas 28.3 Ha, jaraknya kedaratan Sumatera 22.7 KM. Jika bencana tsunami terjadi, kelima pulau tersebut bisa berfungsi menghadang kekuatan kekuatan laju gelombang tsunami dan ketinggiannya. Pada bagian lain disebutkan juga, bahwa berdasarkan hasil survey terbaru, kondisi terumbu karang di kawaan taman wisata perairan Pulau Pieh tersebut jauh menurun bila dibandingkan dengan data survey yang pernah dilakukan pada tahun 1994, 1997,2002, 2007 dan data terkini tahun 2010. Diduga turunnya kondisi terumbu karang di kawasan itu selain bencana alam dan bleaching akibat blooming alga merah yang terjadi tahun 2000, di sinyalir saat ini masih terjadi penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak maupun racun. Sementara untuk Kota Padang sendiri terdapat 19 pulau-pulau kecil yang membentenginya yakni : Bintagur, Sikuai, Sirandah, Pasumpahan, Sibonta, Sironjong, Sinyaru, Setan, Setan Kecil, Kasik, Ular, Toran, Bindalang, Pisang, Pandang,Pasir Gadang,Pisang Ketek, Sao dan Pulau Air. Mengingat pentingnya fungsi pulau-pulau tersebut sebagai bentengnya daratan, disamping menjaga terumbu karang di dasar laut, di daratan pun perlu menjaga ekosistim pantai seperti hutan mangrove. Hutan Mangrove terbukti mampu mengurangi dampak gelombang tsunami seperti yang pernah terjadi di Aceh. Untuk itu diperlukan juga perhatian semua pihak untuk meningkatkan pengawasan guna mengatasi penurunan kerusakan tersebut dan merehabilitasi kembali dengan metode-motode yang telah dilakukan di berbagai negara.

Kamis, 04 Juli 2013

Publikasi Ilmiah Tentang Gempa dan Tsunami, Tidak Untuk Ditakuti

Publikasi  Ilmiah Tentang  Gempa dan Tsunami, Tidak Untuk Ditakuti
Oleh: Indrawadi,S.Pi
Humas UBH dan Pegiat JJSB (08126732774)

Pasca gempa dahsyat di sertai tsunami yang melanda Aceh tahun 2004 lalu, membuat para ahli-ahli gempa dan tsunami dunia semakin intensif melakukan penelitian akan potensi gempa-gempa selanjutnya di wilayah Sumatera.

Ironisnya, sebagian masyarakat menganggap, publikasi dari hasil-hasil penelitian tersebut justru menjadi kabar yang sangat menakutkan. Pada hakikatnya publikasi penelitian para ahli tersebut sangat penting untuk dikabarkan kepada seluruh masyarakat yang tinggal di kawasan yang rawan bencana untuk dijadikan sebagai langkah awal dari langkah-langkah apa yang harus dilakukan dalam rangka mitigasi bencana.

Saya masih ingat dan pernah membaca tentang publikasi akan  terjadinya gempa dahsyat di kawasan pantai Barat Sumatera (khususnya Sumatera Barat dan Bengkulu). Diprediksi bahwa terdapat potensi gempa yang diakibatkan energi yang terakumulasi di patahan benua yang terletak di sebelah Barat kepulauan Mentawai. 

Potensi akan terjadinya fenomena alam ini sudah dapat dipastikan. Yang masih tidak terjangkau oleh ilmu pengetahuan sampai saat ini adalah prediksi yang lebih akurat menyangkut kapan akan terjadinya peristiwa dahsyat tersebut. 

Hasil penelitian Profesor Kerry Sieh dari California Institute of Technology (sekarang Direktur Earth Observatory of Singapore, Nanyang Technological University) dan  Danny Natawidjaja  pakar geoteknology dari LIPI menyangkut hal tersebut telah disiarkan secara luas dalam publikasi ilmiah maupun di media masa, baik  di luar negeri maupun di Indonesia sendiri. 

Dalam rangka mitigasi bencana, hal inipun telah disampaikan kepada masyarakat dan menjadi bagian dari skenario pelatihan yang telah dilakukan bagi masyarakat Padang. 

Sebagian besar masyarakat tampak telah memahami dan sadar akan potensi bahaya gempa yang dapat memicu tsunami ini, yang tampak dari reaksi spontan masyarakat yang segera menuju lokasi-lokasi yang dinilai aman terhadap bahaya tsunami, segera setelah gempa terjadi.

Kini, ketika kita semakin mengakui pentingnya ilmu-ilmu alam, kebumian, baik juga dipikirkan cara untuk mengembangkan minat. Jangan sampai ironi yang ada sekarang ini berkepanjangan, di mana negara di Cincin Api hanya memiliki sejumlah kecil ahli. Mereka bekerja di sejumlah lembaga pendidikan dan penelitian seperti ITB, UGM, LIPI, dan BPPT.

Dengan frekuensi berita gempa yang tinggi akhir-akhir ini, terungkap pula sejumlah istilah dan teori fundamental dalam geologi, seperti intensitas gempa dalam skala Richter dan tentang lempeng tektonik.

Sebagaimana studi tentang hutan, iklim, atau vulkanologi, ilmuwan ahli gempa Indonesia punya peluang besar untuk berkontribusi dalam sains yang hebat ini karena Indonesia sering disebut sebagai laboratorium alam yang unik. Sumbangan ilmiah ini maknanya tidak saja sebatas pemerkayaan ilmu pengetahuan, tetapi juga terkait dengan masa depan manusia.

Karena yang bisa diketahui baru wilayah mana yang akan terancam gempa dalam kurun 20-30 tahun mendatang, sebenarnya pekerjaan sudah menanti untuk menyiapkan segala sesuatunya. Tujuannya tidak lain untuk meminimalkan potensi kerusakan akibat gempa.

Mari kita sambut tantangan ilmu geologi untuk semakin memahami Bumi dan segala aktivitasnya. Kita yakin, dengan semakin bertambahnya ahli gempa, akan semakin nyaring suara yang mengingatkan bangsa Indonesia untuk selalu siaga menghadapi pergerakan lempeng tektonik jauh di bawah sana.

Selasa, 14 Mei 2013

Penyu-Penyu Itu Menangis ?


Penyu-Penyu Itu Menangis ?
Oleh : Indrawadi,S.Pi

Meski sudah dilindungi, penyu-penyu tetap ditangkap, dibunuh dan dimakan dagingnya. Indonesia di sorot dunia International karena banyak mengonsumsi telur dan daging penyu hijau. Namun karena permintaan akan telur dan dagingnya terus meningkat, maka perburuan liar pun tetap terjadi terhadap hewan yang bergerak lambat ini.

Masih banyak orang sulit mebedakan antara penyu dan kura-kura. Itu tidak mengherankan, karena kura-kura dan penyu memang saudara sepupu. Secara awam semua hewan berkaki empat, tubuh dilindungi tempurung keras, kepalanya bisa dimasukkan kedalam tempurungnya, disebut kura-kura.Penyupun disebut kura-kura laut, seperti salah satu narasi terjemahan film mengenai penyu yang disiarkan TPI belum lama ini.

Sebagian orang menganggap penyu adalah salah satu hewan laut yang memiliki banyak kelebihan, terutama dagingnya yang berkhasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Di negeri Cina, daging penyu yang telah di olah dengan berbagai ramuan digunakan untuk menyembuhkan berbagai penyakit kulit. Bahkan beberapa mereka ada yang mengelola minyak hewan ini sebagai obat kecantikan.

Di Bali permintaan akan kebutuhan daging penyu sangat tinggi, daging-daging penyu tersebut dijadikan sate atau lawar yang merupakan jenis masakan yang paling digemari disana. Dalam satu hari saja ratusan ekor penyu dibantai dan diburu untuk memenuhi permintaan rumah-rumah makan dan restoran yang menyediakan masakan tersebut. Maka tak heran bila saat ini populasi penyu di daerah tersebut menurun drastic. Salah satunya yaitu di Pulau Sarangan atau lebih popular dengan sebutan Pulau Penyu yang merupakan daerah habitat penyu dan strategis untuk pengembangannya, kini terancam karena populasi hewan ini terus merosot dan terancam punah.

Di Sumatera Barat, pada beberapa buah pulau yang terdapat disepanjang pantai peraiarn Sumbar, populasi hewan ini perlu juga di khawatirkan akan kelestariannya. Tapi tidaklah separah daerah-daerah lain, karena di Sumatera barat perburuan terhadap hewan ini relatif tidak ada, tetapi justru permintaan akan telurnya yang relatif tinggi. Hal ini dapat dilihat di Sepanjang pantai Muara Padang, banyak telur penyu yang diperjual belikan baik mentah maupun yang sudah dimasak.

Sebenarnya di daerah ini upaya untuk melindungi hewan ini dari kepunahan sudah ada, sudah ada upaya untuk itu, salah satunya di Pulau Penyu perairan Pesisir Selatan, yaitu dengan melakukan penangkaran penyu secara alami dan semi alami dengan cara tidak mengambil semua telur –telur penyu yang baru saja bersarang dan bertelur. Kemudian dari pihak pergruan tinggipun telah juga dilakukan penelitian oleh mahasiswa Fak.Perikanan Universitas Bung Hatta untuk membudidayakan hewan ini, salah satu caranya adalah mencoba memberikan pakan tambahan pada tukik-tukik penyu tersebut sebelum dilepaskan, kemudian juga dilakukan pemagaran sarang-sarang penyu tersebut dengan waring agar telur-telur tersebut tidak dimakan oleh biawak atau hewan lain. Saat ini saja berdasarkan informasi pengelola pulau Tim peneliti dari Puslitbang Perikanan UBH telah ada lebih kurang 2000 dari 6.500 rencana anak tukik yang ditangkarkan sebelum dilepaskan. Menurut sebuah iklan yang gencar di iklankan Bali Post, seekor penyu memerlukan waktu 30 tahun untuk menjadi dewasa dan sipa berkembang biak, dan bahwa hanya 1 dari 1000 ekor anak penyu yang mempunyai kesempatan untuk hidup sampai dewasa karena keganasan alam, termasuk didalamnya keganasan manusia.

Siklus Hidup

Berdasarkan catatan para ahli, penyu bisa hidup hingga umur 60 tahun. Kemana saja selama 60 tahun itu ?. Penyu berkembang biak denngan bertelur dan memerlukan waktu 15 – 30 tahun untuk menjadi dewasa dan siap kawin serta bertelur. Jika sampai waktunya untuk kawin, penyu dewasa betina maupun jantan akan menuju perairan dangkal. Mereka akan bertelur di pantai asal mereka pertama kali masuk kelaut. Dengan penuh perjuangan penyu betina akan naik ke pantai berpasir dan sepi dari manusia, menggali lubang sedalam hingga 45 centimeter untuk tempat bertelur.

Saat berada di daratan, ketika menggali lubang, tampak penyu seperti menangis. Apakah karena capai ?. Selama hidupnya penyu hidup dilaut lepas, menyerap banyak garam dari makanan maupun air yang diminumnya. Penyu memiliki kelenjar garam di pelupuk matanya yang berfungsi mengeluarkan kelebihan garam. Ketika kelenjar tersebut megeluarkan garam terlihat selintas seperti air mata. Selesai bertelur yang bisa beberapa kali dalam satu musim, penyu betina tersebut kembali alamnya mencari makan, dan akan kembali lagi bertelur ketempat semula. Rata-rata satu lubang akan diisi 100 butir telur sebesar bola pingpong, dan akan menetas setelah 55 hari. Biasanya telur menetas pada malam hari. Tukik-tkik tersebut rata-rata berukuran 3 – 5 centimeter dan berlomba-lomba keluar dari pasir menuju laut. Sejak mulai dari menetas sampai di dalam laut bahaya sudah mengancam. “Dari seribu tukik yang menetas hanya satu yang berkesempatan menjadi penyu dewasa,” ujar Ketut Sarjana Putara ahli penyu dari Wordl Wide Fund for Nature Indonesia Wallacea Programme.

Sejak menetas tukik-tukik akan mencari makan tidak jauh dari pantai tempatnya menetas. Sampai saat ini para ahli penyu belum mengetahui persis siklus hidup panjang penyu-penyu itu. Tidak ada yang tahu kemana penyu-penyu kecil itu pergi antara 5-20 tahun. Buktinya, saat tim peneliti melakukan penyelaman tidak pernah menemukan punyu-penyu muda. Penyu-penyu tampak lagi ketika sudah dewasa, ketika sampai saatnya akan berbiak lagi. Jadi penyu-penyu yang bertelur sekarang ini adalah penyu-penyu yang menetas 30 tahun lalu.

Terancam Punah

Setiap tahun, ribuan penyu hijau di bawa ke Tanjung Benoa, Bali Selatan. Penyu-penyu itu dijual untuk dimakan. Pada tahun 1991, sebanyak 24.157 ekeor penyu dipotong yang berukuran di atas 60 centimeter. Sejak itu jumlah penyu yang dibawa ke Bali menurun, tahun 1998 tercatat 6.987 ekeor penyu yang masuk keTanjung Benoa. Padahal Gubernur Bali telah menetapkan paling bayak hanya 5.000 ekor saja penyu-penyu itu boleh ditangkap.

Selain ditangkap, penyu-penyu yang tidak bisa membela diri itu juga tergusur oleh manusia. Pantai-pantai tempat penyu bertelur telah dirobah menjadi tempat turis asing atau local untuk berjemur dan mejdai hotel-hotel berbintang.

Sudah ditangkap, dimakan dagingnya, tergusur dari pantai, telurnaypun diambil. Meskipun sudah ada PP Nomor 7 dan 8 tahun 1999 yang melindungi semua jenis penyu, namun perburuan terhadap hewan ini terus berlanjut. Kini populasi penyu itu sudah menurun, jika tidak dihentikan perburuan dan pengambilan telur yang berlebihan dalam waktu dekat penyu ini akan punah. Bayangkan penyu-penyu itu menangis ketika di potong dan ambil telurnya.

Catatan: Tulisan ini ditulis tahnun 2008, dan telah di terbitkan Harian Singgalang

Jumat, 10 Mei 2013

PENANGKAPAN IKAN DENGAN BAHAN PELEDAK LEBIH BURUK DARIPADA PENGGUNDULAN HUTAN



Penangkapan ikan dengan bahan peledak dan racun, dua alat yang dipergunakan ini menurut studi  adalah metode penangkapan ikan komersial yang sangat merusak kegiatan mahluk hidup di dasar laut yang kami rangkum dari berbagai sumber

Membandingkan teknik penangkapan ikan dengan proses pembabatan hutan, adalah  sebuah laporan yang di publikasikan dalam Jurnal Ilmu Pengetahuan Conservasi Biologi (The Scientific Journal Conservation Biology), memperingatkan tentang  struktur kehidupan dasar laut dapat menjadi  rusak yang sama rusaknya dengan  hutan di darat.

Seperti juga hutan, dasar laut merupakan  suatu ekosistem yang kompleks yang menyediakan hewan-hewan /habitat dan makanan pokok  untuk terus bereproduksi dan tumbuhnya ikan dan kehidupan laut lainnya. Pengeboman di laut telah merusak sruktur dasar laut – yang dapat memakan beberapa dekade dan beberapa abad untuk dapat memulihkan nya seperti sediakala. “setiap pengeboman maka bunga karang, remis/kepiting, rumah-rumah cacing laut dan binatang-binatang air yang berkulit keras, yang hidup di areanya yang seharusnya tidak terganggu sekarang telah hampir punah seluruhnya”.  Kata Les Watling, Profesor Oceanografy dari University Of Maine dan satu dari beberapa penulis study. “ Tidak ada satu mahkluk dilaut yang tidak terkena dampak fisik dari pengeboman dasar laut”.

Ketika struktur dasar laut seperti bunga karang dan terumbu karang telah musnah misalnya maka ikan, kepiting, ikan bintang laut, dan cacing-cacing serta seluruh habitat mereka hilang dan akan mati hal ini dapat dijelaskan secara ilmu pengetahuan. Begitu keanekaragaman habitat dasar laut hilang akibat trawl  maka besar lah alasan kenapa  begitu banyak ikan –ikan  yang  berkurang di dunia.

“Banyak spesies ikan yang membutuhkan habitat lain yang spesifik agar dapat bertahan hidup, walaupun ada sebahagian lain dari ikan yang mudah untuk bertahan hidup dalam habitat yang tidak kompleks”. kata Auster. Satu studi menunjukkan contoh dimana anak-anak ikan bertahan hidup dalam habitat laut dengan stuktur dasar laut yang lebih kompleks.

Walaupun kekurangan informasi, para ilmuan telah mulai mengajak/menghimbau dari pihak pemerintah dalam  sebuah jaringan kerja untuk melindungi daerah di laut – seperti daerah tempat dilindunginya kehidupan satwa liar dimana di daerah itu  dapat diadakan penjagaan, dan membiarkan ikan bertelur, merawat habitat ikan dan kehidupan laut lainnya.

Untung Rugi Penangkapan Ikan dengan Bahan Peledak


 Terumbu karang di Indonesia tersebar hampir di seluruh kepulauan yang berjumlah 17.508 dengan garis pantai lebih kurang 81.000 km. Luas terumbu karang di Indonesia diperkirakan mencapai 75.000 km2 yang terletak di 371 lokasi. Di lokasi-lokasi tempat terumbu karang tersebut berada, dari 41,78% yang terukur, yang mengalami kerusakan di antaranya adalah 28,30% berada dalam keadaan rusak berat; 23,72% dalam keadaan kondisi baik; dan hanya 6,2% yang berada dalam kondisi sangat baik (Soekarno, 1997).

     Untuk mengetahui potensi terumbu karang di bidang perikanan, Indonesia belum memiliki data yang dapat dijadikan acuan. Hal seperti ini dapat dilihat dari data negara tetangga kita, misalnya Philippina. Untuk terumbu karang yang kondisinya masih baik (persen karang hidup > 50%) dapat menghasilkan ikan (termasuk jenis ikan dan non ikan) sebanyak 36 ton/km2 nya /tahun. Jadi total potensi terumbu karang tersebut sekitar 810.000 ton/tahun. Sementara itu untuk terumbu karang yang kondisinya telah rusak hanya menghasilkan lebih kurang 10% nya (Gomez et al., 1994). Berdasarkan angka ini, andaikata total dari terumbu karang di Indonesia 30% berkondisi baik, berarti luas terumbu karang yang dapat dianggap produktif seluas 22.500 km2.

     Di kawasan ASEAN terumbu karang mempunyai peran yang sangat menonjol, karena sekitar 60% protein yang diperlukan penduduk berasal dari hasil perikanan dan sekitar 10-15% hasil tangkapan tersebut berasal dari terumbu karang (Gomez 1988; Gomez dan Chou,1994).

     Selain itu dapat juga digambarkan kerugian yang diakibatkan oleh kerusakan yang dialami oleh terumbu karang akibat pemanfaatan yang merusak lingkungan, seperti penangkapan ikan yang menggunakan bahan peledak atau bahan beracun. Menurut Herman Cesar (1996) penangkapan ikan dengan racun sianida hanya memberikan keuntungan sebesar -33.000 US$/km2 terumbu karang dalam jangka waktu 25 tahun, tetapi kegiatan ini akan menimbulkan kerugian bagi negara akibat menurunnya hasil tangkapan ikan dan pariwisata sebesar 43.000-476.000 US$/km2/tahun. Manfaat yang didapat oleh perorangan dari penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledakhanya sekitar US$ 15.000/km2, tetapi kerugian yang dialami negara akibat menurunnya hasil perikanan, hilangnya fungsi perlindungan pantai dan pariwisata mencapai 98000-761.000 US$/km2/tahun.

     Di sisi lain keuntungan yang di dapat dari coral mining oleh individual adalah sekitar 121.000 US$/tahun, sedangkan kerugiannya adalah 176.000-903.000 US$/tahunnya. Hilangnya fungsi pelindung pantai menyebabkan kerugian untuk kembali membangun pelindung pantai tersebut sekitar 193.000 US/km. Sekarang pilih yang mana ???

Indrawadi,S.Pi
Mahasiswa Pascasarjana PSP2K UBH

Mitigasi dan Simulasi Evakuasi Tsunami, Sebuah Langkah Cerdas



Di Kota Padang kegiatan simulasi (peragaan) penyalamatan diri dari bencana tsunami sudah sering dilaksanakan, meskipun masih ada sebagian orang yang menganggap kegiatan tersebut seolah-olah menambah ketakutan bahwa bencana itu benar-benar akan terjadi. Padahal menurut saya kegiatan tersebut dinilai sebagai sebuah langkah cerdas. Langkah cerdas ini, sangat berguna bagi rakyat di sepanjang pantai untuk menyelamatkan diri. Pengetahuan dan keterampilan penyelamatan diri itu, akan besar gunanya, jika suatu ketika nanti, musibah tsunami benar-benar terjadi.

Saya masih ingat sekitar bulan Juni tahun lalu, ribuan warga Padang cemas dan ketakutan. Ini disebabkan adanya isu tsunami ditambah dengan isu adanya ramalan Mama Lauren bahwa gelombang tsunami kian mendekat ke pantai Padang.

Simulasi evakuasi tsunami merupakan sebuah acara penting demi keselamatan orang banyak, terutama bagi warga Padang yang tinggal di tepi pantai. Dengan diadakannya simulasi di Padang, berarti, warga Padang lebih beruntung dari warga lain yang berada di pantai. “Kita di Padang akrab dengan dengan cara-cara penyelamatan karena sering dilakukan simulasi”.

Simulasi penyelamatan diri juga telah pernah dilakukan oleh Komunitas Siaga Tsunami (Kogami) di Berok, Muara dan Pariaman. Sementara Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). masuk ke sekolah-sekolah. Dengan begitu, di Padang, anak sekolah sudah tidak gamang lagi menyelamatkan diri dari gempa dan tsunami. Inilah sebuah langkah cerdas yang dilakukan oleh para ahli untuk membantu orang banyak.Ratusan anak sekolah dan guru-guru SD se-kota Padang itu, telah dilatih untuk melakukan penyelamat diri dari terjangan tsunami. Ini dilakukan pada bulan Juli tahun lalu.

Berbagai pihak berharap simulasi penyelamatan dini tsunami tidak hanya diadakan di Padang, tapi juga di daerah lain di Sumbar. Mulai dari Pasaman hingga Pesisir Selatan. Rakyat di sepanjang pantai barat Sumbar, sangat mengharapkan mereka diberi pengetahuan yang cukup. Terutama untuk melihat tanda-tanda datangnya tsunami.

Tsunami terjadi 26 Desember 2004 di Banda Aceh dan di sekitar Samudera Hindia.Telah memberikan pelajaran yang sangat berharga. Bencana itu mengoyak perasaan umat manusia. Terlepas dari musibah bencana gempa bumi dan tsunami ini yang telah menelan korban ribuan jiwa di Aceh ini, banyak hal yang dapat diambil sebagai  pelajaran, terutama dalam perencanaan dan implementasi mitigasi bencana yang  dimungkinkan terjadi di masa mendatang. Sehingga dampak korban jiwa dan
harta yang ditimbulkan dari bencana dapat diminimasi sekecil mungkin melalui  upaya-upaya mitigasi yang terencana dan keterpaduan seluruh komponen terkait.

Mitigasi bencana merupakan kegiatan yang amat penting dalam penanggulangan bencana, yang dimaksudkan untuk mengantisipasi agar dampak yang ditimbulkan dapat dikurangi. Masyarakat yang berada di daerah rawan bencana maupun yang berada di luar sangat besar perannya, sehingga perlu ditingkatkan kesadarannya, kepeduliannya dan kecintaannya terhadap alam dan lingkungan hidup serta kedisiplinannya terhadap peraturan dan norma-norma yang ada

Selain hal tersebut diatas perlu dipikirkan pula penerapan pengelolaan pesisir terpadu (integrated coastal management) untuk mitigasi bencana. Pendekatan ini ditujukan untuk mengalokasikan atau memanfaatkan sumber daya dan daya dukung lingkungan suatu wilayah pesisir yang mencakup suatu kesatuan dalam perencanaan, penggunaan lahan atau peruntukan, pemeliharaan, kontrol, evaluasi, rehabilitasi, pembangunan dan konservasi lingkungan pesisir.

Kota Padang.dengan penduduk yang padat, merupakan kota yang bisa terkena bencana serupa. Karena itu, pemerintah perlu memberikan perhatian yang sungguh-sungguh. Sayang, jalur-jalur evakuasi yang telah dipetakan menuju daerah-daerah aman dan ke By Pass belum juga selesai proses pelebarannya, jalan Ampang misalnya. (*).

Jumat, 03 Mei 2013

Bung Hatta, “Si Manusia Buku” Yang Tak Punya Buku Deposito

Bung Hatta, “Si Manusia Buku” Yang Tak Punya Buku Deposito
Dipersiapkan untuk memperingati 111 tahun Bung Hatta
(12 Agustus 1902 -  12 Agustus 2013)

Catatan: tulisan ini adalah update dari tulisan yang ditulis, 14 Agustus 2007 (105 tahun Bung Hatta)

           
Enam bulan sekali disemprot anti hama. Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan sejumlah penerbit rajin mengirimkan buku baru. Tapi tak semua pengunjung perpustakaan mau membacanya.
            Bung Hatta kecil suka menabung. Uang sakunya yang 1 gonang ( 25 sen ), disimpan untuk membeli buku. Ia pun sangat menyayangi buku-bukunya. Bila temannya meminjam, dan kembali dalam keadaan kotor, atau ada halaman yang terlipat, Hatta akan marah sekali.
            Sampai akhir hayatnya, pertengahan Maret ini, cinta buku yang seperti itu tak berubah. “Mungkin orang tak percaya, ayah tak punya deposito,” cerita Gemalla Hatta, putri kedua. “Tapi ada sekitar 30 ribu buku di perpustakaanya.”

             
            Bagi Hatta, harta yang tiada taranya adalah buku-bukunya. Tampaknya ilmu dan amal kebaikan jauh lebih dihargainya dari pada harta. Harta akan habis dimakan waktu, sedangkan buku semakin di kuras dan baca makin bertambahlah ilmu, karena ia melindungi pemiliknya, sedangkan harta si pemiliknyalah yang melindungi.
            “Bagi Bung Hatta buku adalah wahana untuk mencerdaskan bangsa,” tutur Edi Swasono, menantu Hatta. Itulah, dulu semasa masih sebagai wakil Presiden, dalam pidato-pidatonya sering di serukan: “Timbalah ilmu dari buku.”
            Hatta si manusia buku. Buku telah menjadi bagian dari hidupnya. Bila kita telaah watak seseorang, termasuk Hatta, turut dibentuk dari pertarungan pemikiran, gagasan, sikap, idiologi, jenis ke ilmuan, jumlah dan mutu bacaan yang dibacanya secara kritis.
Hatta dan buku, adalah dua kata yang tak terpisahkan dimensi ruang dan waktu. Ratusan buku senantiasa menyertainya pada beragam keadaan dan berbagai tempat. Bahkan buku-bukunya acap kali merepotkan orang. Bahkan ketika Hatta begitu kembali dari Belanda, Hatta membawa 16 peti besi berisikan buku-buku, yang masing-masing berukuran setengah meter kubik. Sesampainya Hatta di Indonesia, di Tanjung Priok, seorang inspektur polisi yang bertugas memeriksa barang-barang yang akan dimasukkan ke kabin, setelah di periksa, di dalam koper Hatta hanya berisikan pakaian saja, Hatta menanyakan pada polisi itu kapan ia akan memeriksa buku-bukunya yang 16 peti tersebut  “Begitu banyak buku yang tuan bawa,” tanya polisi tersebut, Hatta menjawab, “ya, tuan jangan lupa, aku sebelas tahun di Negeri Belanda. Kapankah tuan-tuan dapat memeriksa buku-buku itu ?”. Terus di putuskannya: “Apabila tuan tidak keberatan, tiga hari lagi”.

Bung Hatta selama hidupnya memang amat mencintai buku, bahkan ada yang menulis bahwa ada tiga istri Hatta, yang pertama buku, yang kedua buku dan yang ketiga adalah Rahmi. Bahkan Basyariah Sanusi Galib, adik bungsu Hatta, punya kenangan tentang hubungan kakaknya dan buku: “Buku itulah pacar dia”. Tetapi Hatta sebenarnya bukanlah pacar yang pencemburu. Ia bahkan suka sekali menyumbangkan buku-bukunya yang kebetulan jumlahnya lebih dari satu, meskipun kesetiannya terhadap “pacarnya taklah diragukan, ketika dibuang ke Digul, dibawanya serta 16 peti buku.

Kegemaran Hatta yang utama adalah membaca. Boleh dikatakan, ia tak dapat dipisahkan dari bahan bacaan. Karena itu sangat menghargai buku. Buku-buku itu dipeliharanya dengan baik. Di hari tuanya ia mempunyai perpustakaan pribadi. Jumlah buku lebih dari 30.000 buah. Sebagian dari uang belanjanya di pakai untuk membeli buku.

Sebuah peristiwa terjadi Banda Naira. Waktu itu Hatta dan Syahrir masih tinggal serumah. Syahrir mengambil beberapa anak Banda sebagai anak angkatnya. Suatu kali, anak-anak itu bermain di meja kerja. Air yang ada di meja kerja itu tumpah. Buku Hatta yang terletak di atas meja itu basah kena air. Buku itu sedang di pinjam oleh Syahrir. Hatta marah kepada anak-anak itu. Syahrir agak tersinggung, walaupun anak-anak itu dimarahinya pula.

Waktu Hatta kawin dengan Rahmi, mas kawinnya ialah sebuah buku. Buku itu berjudul Alam Pikiran Yunani, karangan Hatta sendiri. Waktu itu ibunya merasa malu, karena masih mampu menyediakan mas kawin yang lebih mahal dan berharga daripada sebuah buku. Waktu itu mas kawin ialah uang perak atau uang ringgit yang terbuat dari emas. Tetapi Hatta tidak mau menuruti keinginan ibunya. Ia tetap memberikan buku sebagai mas kawinnya.

Anak-anaknya diajarkan supaya mencintai buku. Sejak kecil mereka sudah dibiasakan membaca, dengan memberikan buku yang sesuai dengan usia mereka. Waktu Meutia merayakan ulang tahunnya yang ke-30, Hatta memberikan hadiah sebuah buku yang berjudul History of Java, karangan Rafles, terbitan 1817. Bukan pakaian atau perhiasan yang di hadiahkan melainkan sebuah buku karangan orang yang pernah menjadi gubernur Jendral Inggris di Indonesia.

Demikian juga halnya dengan menyambut kelahiran cucu pertamanya, Hatta juga menyediakan beberapa buah buku. Buku-buku itu diberikannya pada Meutia dan dimintanya supaya disimpan baik-baik. Kelak bila cucu itu sudah bisa membaca, barulah diberikan padanya. Buku-buku yang di sediakan tersebut adalah buku cerita anak-anak. Ada pula sebuah kamus, yakni Kamus Bahasa Indonesia karangan Purwadarminta.

Ilmuwan Yang Aktif Menulis
            Hatta telah menulis berbagai artikel yang tersebar lewat surat kabar. Terutama sekali Hatta menulis untuk majalah Hindia Poetra, dan antara lain juga ke surat kabar Neratja dan surat kabar PNI-Baru, Daoelat Ra’jat. Karya-karya Bung Hatta berupa buku juga sudah banyak yang meliputi berbagai bidang ilmu. Jumlah buku karangan Bung Hatta ada kurang lebih 58 buku, dan diantara buku-buku karangan Bung Hatta ini dipakai bagi calon-calon intelektual kita. Antara lain: Pengantar ke Jalan Ilmu dan Pengetahuan; Alam Pikiran Yunani; Pengantar ke Jalan Ekonomi Sosiologi; The Cooperative Movement in Indonesia; Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun.

            Ada lagi buku Bung Hatta lainnya yang berjudul Kumpulan Pidato, isinya adalah pidato-pidato Bung Hatta di berbagai tempat. Buku-tersebut di terbitkan oleh penerbit Inti Idayu yang berjumlah tiga jilid. Sedangkan pidato-pidato ilmiah Bung Hatta yang disampaikan pada saat menerima gelar doctor honoris causa dari beberapa Universitas dikumpulkan dan menjadi sebuah buku yang berjudul Membangun Ekonomi Indonesia.

            Dari sejumlah besar buku Bung Hatta, ada sebagian buku yang punya riwayat yang cukup panjang. Bagian buku tersebut ialah buku-buku yang dibawa Bung Hatta sejak belajar di Belanda. Jumlah cukup banyak, ribuan jumlahnya. Buku-buku tersebut terus dibawa oleh Bung Hatta ke mana saja beliau bermukim. Bahkan dalam pengasingan beliau, buku-buku tersebut selalu dibawa dan menjadi saksi bisu atas apa yang yang telah beliau alami selama di pengasingan.

            Kini buku-buku beliau tersebut terletak di perpustakaan pribadinya, yang terletak di lantai dua rumah Bung Hatta Jl.Diponegoro 57. Bung Hatta telah mengumpulkan ribuan buku. Maka sejak perpustakaan pribadi itu ada dan menempati tempat tetap, koleksi pribadi yang dimiliki Bung Hatta merupakan koleksi perpustakaan yang terbesar di Indonesia, bila dibandingkan dengan tokoh lain juga punya perpustakaan pribadi. Bung Hatta amat telaten dan rajin sekali merawat buku-bukunya itu sehingga semua buku yang ada tetap baik keadaannya, dan belum ada satu pun yang rusak sampai beliau wafat.

Cara Bung Hatta Membaca Buku
            Dalam kegiatan sehari-hari, Bung Hatta sudah punya jadwal yang tetap untuk membaca buku. Pagi hari beliau menyediakan waktu kurang lebih satu jam khusus untuk membaca buku di perpustakaan pribadinya. Sewaktu beliau menjabat Wakil Presiden, beliau membaca selama satu jam sebelum berangkat ke kantor. Setelah mundur dari jabatan, Bung Hatta kadang-kadang juga membaca sampai dua-tiga jam lamanya pada pagi hari bila tidak ada kesibukan lain. Malam hari sudah dapat dipastikan pula, sebelum tidur beliau membaca sekurang-kurangnya satu jam. Dan waktu Bung Hatta mengajar, pada waktu tertentu disisihkan pula waktu pada malam hari untuk mempersiapkan bahan-bahan kuliah.

            Dari kebiasaan Bung Hatta membaca, terlihat kecintaan beliau terhadap buku dan ilmu pengetahuan, kemana saja beliau pergi selalu tidak ketinggalan buku di dalam tasnya. Pada waktu membaca, pikiran beliau seluruhnya terkonsentrasi pada buku yang sedang dibacanya. Beliau duduk tertib di mejanya, atau kadang-kadang membaca sambil berdiri di depan rak bila hanya ingin membaca sepintas saja. Di sebelah buku yang dibacanya selalu tersedia pensil, pena dan kertas kecil untuk catatan. Bung Hatta selalu mencatat hal-hal baru yang di jumpainya di dalam buku. Karena buku-buku beliau banyak yang berbahasa asing, mungkin itu pulalah Bung Hatta menguasai beberapa bahasa asing, antara lain bahasa Belanda, Inggris, Jerman dan Perancis.

Mahasiswa Bung Hatta dan Buku
            Dalam tahun 1950-an, Bung Hatta mengajar di Fakultas Ekonomi dan Fakultas Sosial Politik UGM, yang berkedudukan sebagai dosen luar biasa. Dalam masa-masa mengajar, selama seminggu beliau berturut-turut setiap pagi beliau telah pergi mengajar. Dan sudah menjadi kebiasaan beliau bila malam hari meluangkan waktu beberapa jam untuk membaca buku dan mempersiapkan bahan-bahan yang kan di kuliahkan esok harinya. Semua bahan kuliah disiapkan dalam bentuk catatan-catatan kecil.           Mahasiswa umumnya sangat puas dan senang dengan materi dan cara Bung Hatta menyampaikan kuliah. Kuliah-kuliah dengan Bung Hatta tidak membosankan, selain karena gaya bahasanya menarik, tetapi juga selalu ada materi baru yang di berikan Bung Hatta.

            Pengalaman I.Wangsa Widjaja, adalah ketika ada sebagian mahasiswa yang datang ke rumah Bung Hatta, biasanya mereka mencari informasi tentang ujian semester. Mereka datang untuk menanyakan kira-kira soal ujian  atau rupa-rupa hal yang berkaiatan dengan kuliah dari Bung Hatta. Sebenarnya para mahasiswa ingin menemui Bung Hatta. Bahkan I.Wangsa ingat betul ada seseorang mahasiswa yang datang menanyakan bahan-bahan yang akan di ujikan Bung Hatta, hal-hal yang perlu di pelajari dan hal pokok yang menjadi pusat perhatian Bung Hatta. Lantas I.Wangsa menjawab;”Pelajari saja dan baca baik-baik buku-buku yang telah di tunjuk Bung Hatta. Saudara sendiri kan sudah tahu buku-buku apa itu. Bila saudara baca dan dapat menguasai sebagian besar masalah yang dibahas di dalamnya, maka kemungkinan besar saudara akan dapat menjawab soal-soal dari Bung Hatta dengan baik.

            Sebenarnya Bung Hatta mengetahui persis perangai mahasiswanya itu. Akan tetapi tak berkomentar apapun dari Bung Hatta, selain tersenyum dan mengingatkan I.Wangsa agar tetap mendorong mahasiswa itu membaca banyak buku dan menguasai bacaan asing. 

            Bung Hatta selalu menampilkan sikap yang simpatik terhadap mahasiswanya, hampir tak pernah beliau marah, semua mahasiswa diperlakukan sama tanpa kecuali. Akan tetapi satu hal, siapa yang melanggar disiplin waktu pasti akan kena marah, dan tentu saja ini hanya berlaku bagi mahasiswa yang terlambat datang ketika beliau memberi kuliah.

Pendirian Perpustakaan, Monumen Intelektual Bung Hatta

            Kalau kita menoleh sebentar ke Amerika Serikat umpanya, Disana keluarga Presiden yang meninggal, bersama-sama dinas federal atau negara bagiannya mendirikan suatu pusat koleksi yang mengenang almarhum. Dalam sebuah gedung dikumpulkan buku-buku, surat menyurat, benda-benda kenangan dan lain-lainnya yang dianggap penting untuk di simpan. Agaknya tidak terlalu dini mulai memikirkan dan merencanakan semacam Pusat Koleksi Bung Hatta, dalam garis besarnya pusat koleksi didirikan untuk mencapai paling sedikit tiga sasaran pokok, mengamankan, menyusun secara sistimatis semua buku-buku serta naskah koresponden Bung Hatta.

            Hasrat untuk mendirikan sebuah perpustakaan di Kota Bukittinggi sebenarnya telah dirintis oleh Bung Hatta, sewaktu ia sebagai Wakil Presiden RI yang saat itu pernah berkedudukan di kota perjuangan Bukittinggi. Di Istana Presiden waktu itu (kemudian diganti menjadi Tri Arga, lalu kini Istana Bung Hatta -red) beliau telah memulai dengan sebuah perpustakaan. 

Sayang koleksinya akhirnya tak ketahuan rimbanya dengan peristiwa-peristiwa perjuangan yang susul menyusul sesudah itu. Keinginan itu mulai terwujud dengan kepempinan Walikota A.Kamal,S.H., dengan menghubungi Lembaga Perpustakaan dari Departemen P&K, telah diperoleh kata sepakat. Bahwa di kota Bukittinggi akan didirikan perpustakaan umum milik Kotamadya dengan bimbingan dan sokongan dari Lembaga tersebut (Lembaga ini berubah nama menjadi pusat Perpustakaan, Departemen P&K).

Semula perpustakaan tersebut akan dibangun di sebelah Gedung Nasional, yang sekarang telah dirombak menjadi Gedung DPRD Kotamadia Bukittinggi. Pimpinan lembaga A.S.Nasution dalam kunjungannya ke Bukittinggi telah memberikan saran-saran beharga dan menjanjikan bantuan buku-buku. Sekembali beliau di Jakarta tahun 1974, lembaga telah mengirim sejumlah 600 buku untuk mengisi lemari perpustakaan yang akan diwujudkan itu.

Namun karena gedung perpustakaan yang semula direncanakan di sebelah Gedung Nasional lama mengalami pembongkaran, maka usaha-usaha kelanjutan dari perpustakaan ini akhirnya praktis terhenti. Kunjungan mendadak dari pejabat UNESCO yang hendak melihat per-pustakaan ini, oleh Sekda Drs. Masri akhirnya ditunjukkan saja ke sebuah gedung yang dibangun waktu itu di Atas Ngarai, yang sebenarnya diuntukkan untuk Gedung Pemuda. Tidak ada yang menduga bahwa justru gedung itulah nantinya yang benar-benar menjadi gedung perpustakaan sekarang ini. Barulah atas desakan pemuka masyarakat Bukittinggi, pada bulan September 1975, Walikota Kamal mengingatkan kembali usaha ke arah ini. Dengan mengundang pemuka masyarakat, sebuah formatur yang diketuai Dr.Mochtar Naim dibentuk. Formatur inilah yang menyiapkan gagasan-gagasan perpustakaan dan menyusun Dewan Pembina dan Panitia Peresmian. 

Akhirnya disepakati bahwa perpustakaan ini diberi nama seorang pemimpin bangsa, tokoh proklamator yang kebetulan lahir di Kota Bukittinggi, sekaligus sebagai kenang-kenangan dan pengingat jasa-jasa beliau yang tak ternilai. Ide ini mendapat sambutan spontan dan positif dari yang bersangkutan dan Pak Hatta dalam surat beliau kepada walikota antarlain menyarat kan bahwa pembiayaan perpustakaan ini hendaknya ditanggung oleh pemerintah sendiri.

Perpustakaan Hatta dengan SK Walikota No.08/Wako-1976 tertanggal 11 Februari 1976 akhirnya secara yuridis disahkan berdirinya. Pemerintah kotamadia kemudian juga meng angkat Dewan Pembina dan Panitia Persiapan, disamping mengangkat Kepala Perpustakaan yang baru, Amir Syakieb Arsylan, yang sebelumnya telah dikirim ke Yogyakarta untuk dididik selama enam bulan. Pada tanggal 12 Agustus 1976 yang bertepatan dengan hari ulang tahun ke 74 Bung Hatta. Perpustakaan ini diresmikan dan dibuka kuncinya oleh Bung Hatta sendiri, dengan juga diikuti oleh anggota-anggota keluarga beliau. Bagi pemerintah dan masyarakat Kota Bukittinggi serta pemerintah dan masyarakat Sumbar maupun Indonesia umumnya, barulah ini yang dapat diwujudkan sebagai pengenang jasa-jasa beliau, tapi ini pula yang akan kita bina dan kita pupuk dalam meneruskan cita-cita perjuangan beliau. Karena antara buku dan beliau dan cita-cita untuk memajukan bangsa sudah tak terpisahkan lagi.

111 Tahun Bung Hatta
Seandainya Mohammad Hatta masih hidup hari ini, saya tak tahu apa yang akan di katakannya tentang korupsi saat ini. Tokoh yang lahir 111 tahun lalu adalah seorang dengan integritas yang amat tinggi. Dia jujur, anti korupsi, hemat, santun dan hidup serba pas-pasan, intergritas beliau itulah yang dijadikan sebagai kata-kata cara baik Bung Hatta yang menghiasi berbagai spanduk dan stiker.
            Betapa indahnya kata-kata di stiker dan spanduk tersebut yang membawa nama Bung Hatta, apakah dari perguruan tinggi, lembaga-lembaga, kepanitiaan dan seterusnya. Apabila orang yang membuat stiker atau spanduk tersebut memang meneladani cara Baik Bung Hatta, tentu mereka akan mengenal lebih jauh Bung Hatta dengan kesantunannya, kejujuran dan hemat, namun Bung Hatta juga tekun, teguh pendirian, sangat membela kepentingan rakyat.
            Tak terbayangkan sikap-sikap seperti ini ada pada pejabat-pejabat pemerintah sekarang ini, baik di zaman orde baru maupun zaman orde reformasi ini. Seperti yang pernah di tuliskan di majalah Tempo edisi khusus beberapa waktu lalu: “Tak lama setelah mundur dari pemerintahan di tahun 1957, Hatta mulai merasakan sulitnya hidup sebagai orang biasa. Ia kesulitan membayar listrik, air, gas dan juga pajak mobil yang dibelinya dengan subsidi pemerintah”. Yang menggenaskan ia mengirim surat kepada Dirjen Pos, Telegraf dan Telepon: “Terserahlah kalau telepon mau di cabut”.
            Sulit juga dibayangkan sikap-sikap itu ada pada pejabat kita saat ini. Hatta bagi sebagian pejabat mungkin “bukan sebuah contoh yang baik”. Karena mengikuti cara Bung Hatta berarti menutup kemungkinan menggunakan kekuasaan sebagai alat akumulasi kapital, artinya mengikuti keteladanan Hatta akan membawa para pejabat pada kejujuran dan kesederhanan yang artinya hidup pas-pasan, sedihnya inilah sesuatu yang dihindari saat ini.
            Dengan kasat mata, kita merasakan sepertinya di negeri ini sikap kejujuran dan kesederhanaan  sepertinya jadi sesuatu yang salah. Sikap ini justru dihukum dengan pendapat yang rendah atau perlindungan hukum yang tidak pasti. Tapi sebaliknya mereka yang mencuri dan korupsi di puji, ataupun yang sampai ke pengadilan justru dilindungi dengan berbagai bahasa hukum yang kerap melecehkan realita dan otak kita. Karena Bung Hatta sepertinya seseorang pengecualian.
            Dengan kasat  mata kita saksikan sebagian perilaku mereka yang menyebut-nyebut kesederhanaan Bung Hatta sangat bertolak belakang sosok Bung Hatta. Tindakan-tindakan yang mendustai dan mengelabui rakyat, membodohi, menjual atas nama rakyat, justru mengeruk keuntungan dari rakyat untuk kepentingan pribadi, dan lebih ironisnya lagi bila sampai menjual-jual nama Bung Hatta demi keuntungan pribadi.
            Kalau kita lihat masa sekarang, betapa ironisnya, sosok seperti Bung Hatta yang menjabat sebagai wakil presiden tidak memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadinya, sebagai orang nomor dua di negara ini zaman itu, tentu cukup banyak fasilitas negara dan kemudahan yang didapatnya. Tapi kenyataannya, sejarah mencatat Bung Hatta tetap hidup sederhana dari uang pensiunan. Saya masih ingat ketika gebyar 100 tahun Bung Hatta, sebuah spanduk yang terpajang di gerbang pintu masuk Kota Bukittingi tertulis kata-kata: “Bung Hatta tidak meninggalkan kekayaan dan tetap miskin sampai akhir hayatnya”. Tapi sampai hari ini, betapa enaknya sebagian pejabat yang melibas fasilitas negara dan milik negara untuk dirinya, bahkan anak istrinya yang tidak ada hubungan dengan tugas-tugas kenegaraan, mereka seakan tak pernah berdosa melakukan korupsi sekalipun. Bung Hatta pernah mengatakan bahwa korupsi sudah menjadi budaya di negeri ini. Barangkali ini untuk mengungkapkan rasa jengkelnya.
Seandainya Hatta masih hidup, saat ini kita tidak tahu bagaimana ia bicara tentang korupsi di negeri ini, mungkin Hatta setiap hari akan menulis di koran sebagai pelampiasan kekesalannya.
             Kita sekarang ini hanya menghargai jasadnya, menghiasi kuburanya, diberi bertajuk gonjong. Tetapi kita tak mampu menghargai apalagi melanjutkan pikiran-pikiran Bung Hatta yang sehari-hari berpenampilan sederhana, namun pikiran-pikirannya mampu membangkitkan minat sumberdaya.
Akan tetapi setelah dia wafat, semua orang berlomba mengambil manfaat.

Padang, 14 Agustus 2007
Indrawadi,S.Pi
Karyawan Universitas Bung Hatta
Sumber Bacaan

1. Amrin Imran, Mohammad Hatta, Pejuang, Proklamator, Pemimpin, Manusia Biasa, Mutiara Jakarta, 1981.

2.  I.Wangsa Widjaja, Mengenang Bung Hatta, Gunung Agung, Jakarta, 2002

3. Muhammad Irfan, Cara Baik Terhadap Buku Hatta,”Manusia Pustaka”, Mimbar Minang, 12 Agustus 2002.

4. Muhammad Chatib Basri, Hatta, Korupsi, dan Peran Negara, Koran Tempo Edisi Khusus, 100 tahun Bung Hatta, Agustus 2002.

--------------, Mohammad Hatta, Memoir, Reprint Yayasan Hatta, 2002.

--------------, Bung Hatta Kita Dalam Pandangan Masyarakat, Yayasan Idayu, 1980.